Thursday, September 11, 2008

Beban Hidup dan Hukum Newton

BERAT, itulah kata yang bisa mewakili tantangan hidup kekinian. Orang miskin dihadang penyakit di sana-sini. Orang kaya alisnya dibikin berkerut oleh berbagai masalah. Sebagian malah sudah dipenjara, sebagian lagi menunggu giliran untuk beristirahat di tempat yang sama. Manusia biasa menggendong berbagai beban ke sana ke mari (dari mencari nafkah, menyekolahkan anak sampai dengan mempersiapkan hari tua), pejabat maupun pengusaha juga serupa: senantiasa ditemani masalah kemanapun ia pergi. Di desa banyak orang mengeluh, luas tanah tetap namun jumlah manusia senantiasa tambah banyak. Sehingga setiap tahun memunculkan tantangan penciptaan lapangan kerja. Bila tidak terselesaikan ia bisa lari kemana-mana. Dari kejahatan sampai dengan kekerasan.
Digabung menjadi satu, jadilah kehidupan berwajah serba berat di sana-sini. Tidak saja di negara berkembang, di negara maju sekali pun tantangannya serupa. Kemajuan ekonomi Jepang yang demikian fantastis tidak bisa mengerem angka bunuh diri. Kemajuan peradaban Amerika tidak membuat negara ini berhenti menjadi konsumen obat tidur per kapita paling tinggi di dunia. Jangankan berbicara negeri Afrika seperti Botswana. Rata-rata harapan hidup hanya 30-an tahun. Orang dewasa di sana lebih dari 80 persen positif terjangkit HIV. Sehinggamenimbulkan pertanyaan, «Demikian beratkah beban manusia untuk hidup?».
Ada sahabat yang menghubungkan beratnya hidup manusia dengan hukum gravitasinya Newton yang berpengaruh itu. Sudah menjadi pengetahuan publik, kalau Newton menemukan hukum ini ketika duduk di bawah pohon apel, dan tiba-tiba buahnya jatuh. Sehingga Newton muda berspekulasi ketika itu, ada serangkaian hukum berat (baca: gravitasi) yang membuat semua benda jatuh ke bawah.
Sahabat ini bertanya lebih dalam, «Kalau gravitasi yang menarik apel jatuh ke bawah, lantas hukum apa yang membawanya naik ke puncak pohon apel?» Dengan jernih ia menyebut «The law of levitation» (hukum penguapan). Kalau gravitasi menarik apel ke bawah, penguapan menariknya ke arah atas.
Dalam bahasa yang lugas sekaligus cerdas, sahabat ini mengaitkan kedua hukum fisika ini ke dalam dua hukum kehidupan: «Hate is under the law of gravity, love is under the law of levitation.»
Kebencian berkait erat dengan gravitasi karena mudah sekali membuat manusia hidup serba berat dan ditarik ke bawah. Cinta berkaitan dengan gerakan-gerakan ke atas. Karena hanya cinta yang membuat manusia ringan dan terbang ke atas. Sungguh sebuah bahan renungankehidupan yang cerdas dan bernas.
Kembali ke soal hidup manusia yang serba berat, tidak ada manusia yang bebas sepenuhnya dari masalah. Bahkan ada yang menyederhanakan kehidupan dengan sebuah kata: penderitaan! Hanya saja kebencian berlebihan yang membuat semua ini menjadi semakin berat dan semakinberat lagi. Ada yang benci pada diri sendiri, ada yang membenci orang tua, suami, istri, teman, tetangga, atasan kerja, sampai dengan ada yang membenci Tuhan. Na'udzubillahi min dzalik
Perhatikan wajah-wajah manusia kekinian yang miskin senyum, yang mudah tersinggung, yang senantiasa minta diperhatikan, penerimaan bulanan yang serba kurang, dan masih bisa ditambah lagi dengan yang lain. Semuanya berakar pada yang satu: kebencian! Sehingga mudah dimengerti kalau perjalanan hidup seperti buah apel, semakin tua semakin berat dan semakin ditarik ke bawah.
Kebencian membuat beban hidup semakin berat, Cinta dan kasih sayang membuat beban hidup semakin ringan. Pilihan ada di tangan Anda, untuk memilih jalan hidup dan kehidupan ini.

Thursday, August 28, 2008

Rasa yang tak bisa ku mengerti

Lama ku menunggu dia

Pergi dari pikiranku

Karna ada baris keraguan disana….

Padahal aku punya asa yg sama

Tuk mencintaimu

Dan ingin ku ceritakan

Rasa galau yang tak jemu

Temani rasa itu usai…

Mungkin belum…

Karna kau tak pernah dengar bisikku

Ingin ku katakan dengan kalimat yang sederhana

Agar kau mengerti

Bahwa cinta itu

Ada di hatiku

Dan akan ku berikan untukmu disatu sela…

Tapi kau tak pernah ada waktu

Tuk menerjemahkannya

Dalam mataku

Ada cahaya bintang untukmu

Dalam setiap ucap bibirku

Ada namamu yang selalu kusebut

Tapi kau tak kan pernah peka

Akan semua itu

Waktu tak akan pernah habis

Untuk memberi arti

Indahmu

Bagaimana ku harus ungkapkan

Dengan seribu cara

Yang telah letih sampai rasa itu bergemuruh

Memecahkan karang di laut cemburu

Dan apa yang aku dapatkan

Hanya separuh raut wajahmu

Yang tak terbilang dengan bait kata di kamus hatiku

Sulit untukku bawa emosi yang terhimpit

Meski sedikit ego

Menahan desir lirih

Tuk berhenti tuk melangkah

Tapi hatiku telah terlanjur…

Hatiku telah jauh melangkah

Tuk lebih dekat denganmu

Tak bisa begitu saja

Aku mundur dan berbalik haluan

Andai saja

Kau tau bahwa rasa ini

Tumbuh sempurna

Seperti dirimu dalam hatiku…

Aku akan tetap menyimpan salutku untukmu

Dalam bahasa yang bisa aku baca dijejak hari2 ku

Mungkin akan selamanya

Atau rasa itu baru akan berakhir bila nafasku telah tiada…

Karena ini adalah rasa yang tak pernah ku mengerti….